Menggugat Terminologi “Ekonomi Rendah” Menteri Amir Sebagai Salah Satu Alasan Pemberian Grasi


Oleh : Robby Alexander Sirait

Pemberian grasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada salah seorang terpidana kasus narkoba, Deni Setia Maharwa, masih menjadi perdebatan. Pemerintah mengungkapkan pemberian grasi kepada Deni dilatarbelakangi kondisi ekonomi Deny yang lemah, yaitu dia harus mencicil mobil.

“Di sini dia terpaksa menerima (jadi kurir) karena dia ingin mencoba mengatasi permasalahan ekonominya,” ujar Menkum HAM Amir Syamsuddin. Amir melanjutkan permasalahan ekonomi yang memaksa Deny menjadi kurir narkoba adalah tagihan cicilan mobil. “Karena pada saat itu dia harus membayar cicilan mobil Rp 40 juta. Jadi di sini kita melihat dia adalah orang dari ekonomi rendah,” kata pria yang memulai karier sebagai pengacara ini.

Paragraf diatas merupakan penggalan pernyataan Menteri Hukum dan HAM yang dirilis detik.com pada 16 Oktober 2012. Dan pernyataan “cerdas” menteri amir ini, meningatkan saya akan pernyataan seorang pembawa acara tv one beberapa hari lalu yang mengatakan “…kenaikan tarif parkir off street, akan memberatkan rakyat kecil yang memiliki mobil…”

Tulisan ini tidak membahas grasi dan alasan grasi secara keseluruhan serta disisi pandang hukum,,tapi saya hanya ingin menggaris bawahi dan menggugat terminologi “ekonomi rendah” yg menjadi salah satu alasan pmberian grasi seperti yg dinyatakan oleh Menteri Amir.

Menteri Amir mengatakan bahwa “deni adalah org ekonomi rendah..” Yang artinya pertimbangan ekonomi yang menjadi salah satu pertimbangan pemberian grasi. Atau dengan kata lain menteri Amir mau mengatakan “krn faktor ekonomi rendah alias miskin yang memaksa deni untuk menjadi kurir narkoba,sehingga dengan dasar prihatin atas kondisi “kemiskinan dan keterpaksaan akibat kemiskinan” tersebut diberikan grasi”

Pertanyaan yang muncul dibenak dan pikiran saya ;

  1. Apa benar Deny yang sedang mencicil mobil masuk kategori ekonomi rendah/miskin?
  2. Apakah benar deny yg bermobil itu menjadi kurir narkoba karena miskin?
  3. Apakah benar orang memiliki mobil/punya kelebihan pendapatan untuk mencicil mobil bisa dikatakan ekonomi rendah/miskin?
  4. Apakah terminologi “ekonomi rendah” Menteri Amir pada Deni tepat?

Dari berbagai pengalaman, pemahaman dan definisi terkait kemiskinan, hampir semua definisi menitikberatkan pengukuran kemiskinan dilihat dari kemampuan masyarakat/orang untuk memenuhi kebutuhan dasar. Meskipun kebutuhan dasar yang dimaksud diberbagai negara tidak sama karena perbedaan parameter dan metode pengukuran, saya hanya ingin menggaris bawahi bahwa ukuran kebutuhan dasarlah yang menjadi dasar mengklasifikasikan apakah seorang miskin atau tidak.

Untuk Negara Indonesia, salah satu rujukan kita untuk melakukan justifikasi seseorang miskin atau tidak, salah satu ukuran yang bisa dipakai adalah ukuran BPS. Dimana BPS merupakan satu-satunya lembaga yang tiap tahun merilis angka kemiskinan di Republik ini. Tidak salah pula kita mencoba mengkritisi terminologi Menteri Amir dengan menggunakan definisi dan konsep kemiskinan BPS.

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan  dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dari pendefinisian BPS ini, seseorang yang miskin adalah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya  ketika dia lapar, memenuhi kebutuhan dasar kesehatan ketika dia sakit dan memenuhi kebutuhan pendidikan dasar ketika dia butuh sekolah. Kelompok masayakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar inilah yang seharusnya dikategorikan sebagai seseorang yang berasal dari ekonomi rendah, yang artinya rendah kemampuannya memenuhi kebutuhan dasarnya, rendah kemampuan ekonominya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan rendah potensi ekonominya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Orang miskin atau ekonomi rendah dapat kita definisikan adalah orang yang hendak makan harus meminjam uang dan harus berpikir seratus kali lipat, orang yang ketika anaknya sakit bingung biaya kesehatannya, ketika ingin mendapatkan pekerjaan hanya lulusan SD/SMP dan ketika anaknya ingin bersekolah stres memperoleh biaya darimana.

Kembali kepada terminologi “Ekonomi Rendah” Menteri Amir atas status Deni yang memiliki cicilan mobil sebesar Rp40 juta. Pertanyaanya, apakah mobil adalah kebutuhan dasar. Jawabannya TIDAK. Pertanyaannya, apakah Deni belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya?, Jawabanya TIDAK, Deni telah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Mengapa saya mengatakan sudah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya adalah karena deni telah mampu menyisikan sebagian penghasilannya untuk mencicil mobil, yang artinya penyisihan biaya cicilan dapat disisihkan oleh deni karena kebutuhan dasarnya telah tercukupi. Dan satu hal yang harus diingat dan dimengerti oleh MENTERI AMIR yang begitu cerdas melakukan pendefinisan deni dari ekonomi rendah adalah “MOBIL BUKANLAH BARANG KEBUTUHAN DASAR” dan hingga saat ini secara umum di Indonesia “MOBIL ADALAH BARANG MEWAH”.

Akhir Kata, apakah terminologi yang dilekatkan oleh Menteri Amir kepada Deni dan menjadi salah satu pertimbangan memberikan Grasi sudah benar dan tepat? Apakah Menteri Amir sudah memahami apa yang dimaksud orang miskin/ orang ekonomi rendah?.

Jawabanya : TIDAK TEPAT dan yang paling memalukan bagi republik ini, selevel Menteri, Amir memberikan pendefinsian dan justifikasi yang “ngaco” dalam memberikan grasi kepada terdakwa narkoba. Lebih kacau lagi jika pertimbangan ekonomo rendah ini kita bandingkan dengan seberapa besar dampak negatif yang ditimbulkan oleh narkoba yang diedarkan oleh deni kepada generasi muda dan seberapa besar dampak negatif dalam kondisi sosial kemasyarakat akibat narkoba yang diedarkan oleh deni. Semoga kedepan “PERNYATAAN CERDAS” dari seorang menteri tidak lagi menjadi konsumsi masyarakat melaui media.

Leave a comment