Desentralisasi dan Pelayanan Publik


848445529

Oleh : Robby Alexander Sirait

Dalam kurun waktu satu dekade terakhir ini, Indonesia melakukan perubahan hubungan kekuasaan antara Pemerintahan Pusat dengan Pemerintahan Daerah. Munculnya perubahan hubungan tersebut dipicu oleh lahirnya Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumberdaya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan pemberlakuan UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kemudian pada tahun 2004 – 2005, disempurnakan melalui penerbitan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti dari UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Keuangan Negara dan Keuangan Daerah sebagai pengganti UU No.25 Tahun 1999.

Salah satu hubungan kekuasaan yang berubah melalui kedua UU tersebut adalah desentralisasi, yang berarti penyerahan kewenangan dari pemerintahan pusat ke pemerintahan daerah. Desentralisasi merupakan suatu konsep yang kompleks yang melibatkan pergeseran kekuasaan, politik, fiskal dan kewenangan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah. Desentralisasi juga merupakan suatu alat kebijakan untuk menyerahkan sebagian kekuasaan, kewenangan dan sumber daya dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka mencapai ekuitas, efisiensi dan akuntabilitas.

Dengan desentralisasi, diharapkan ‘jarak’ antara masyarakat dengan  pembuat kebijakan (pemerintah lokal) menjadi lebih dekat dan erat baik secara politik maupun geografis, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan akan lebih sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat.  Hubungan erat dan dekat antara pemerintah lokal dan masyarakatnya memungkinkan pemerintah lokal memperoleh informasi terbaru dan informasi yang sesuai tentang permasalahan dan preferensi masyarakatnya sehingga pemerintah lokal akan lebih memahami kebutuhan dan permasalahan lokal serta pemerintah lokal akan memiliki posisi yang lebih baik untuk menetapkan prioritas-prioritas kebijakan yang benar dan fleksibel dibandingkan pemerintah pusat atau regional (Peabody et. al., 1999 ; Khaleghian, 2003).

Dalam konteks penerapan desentralisasi di Indonesia, program dan pelayanan yang menjadi urusan pemerintah lokal telah diatur didalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut, selain urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama menjadi urusan pemerintahan yang dibagi antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan (didesentralisasikan).

Beberapa pakar dan ahli berbependapat bahwa sistem pemerintahan yang terdesentralisasi menjadi sebuah pilihan yang lebih baik dibandingkan pemerintahan sentralisasi, ini dikarenakan  dalam sistem pemerintahan yang tersentralisasi seluruh keputusan dibuat oleh pemerintah pusat. Keputusan yang diambil oleh pemerintah pusat ini seringkali tidak sesuai dan kurang sensitif  terhadap kebutuhan dan preferensi masyarakat, yang dikarenakan adanya jarak antara pemerintah pusat dengan masyarakat sebagai pihak terakhir yang menerima dan menikmati barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah. Selain itu, pemerintah pusat sering hanya menyediakan pelayanan standar untuk seluruh seluruh wilayah nasional. Akhirnya, pemerintah yang tersentralisasi akan berakibat pada timbulnya situasi dimana pemerintah pusat tidak dapat menyediakan pelayanan publik yang benar-benar sesuai dengan preferensi dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.

Desentralisasi memiliki tujuan untuk memperbaiki relevansi kualitas penyedian pelayanan publik terhadap kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal dengan tetap mengacu pada pencapaian tujuan pembangunan ekonomi dan sosial baik regional maupun nasional. Diharapkan melalui desentralisasi, pengambilan keputusan terkait pelayanan publik, program dan proyek dapat menjadi lebih relevan dan dapat diaplikasikan secara nyata di tiap-tiap daerah. Selain itu, inisiatif perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaan pembangunan ekonomi dan sosial yang lebih baik juga akan membantu memberikan kepastian tentang alokasi sumber daya pemerintah yang sangat terbatas untuk dapat digunakan secara efektif dan efisien demi memenuhi kebutuhan masyarakat lokal.

Tiebout (1956) menyatakan bahwa individu yang mobile, bebas menyeleksi komunitasnya berdasarkan preferensinya terhadap barang publik yang disediakan oleh pemerintah lokal. Dalam makalahnya, Tiebout menyatakan bahwa individu bebas memilih daerah tempatnya tinggal berdasarkan ketersediaan barang publik dan kesesuaian kebutuhan yang ada, yang sesuai dengan preferensi tiap individu dalam mencapai utilitas maksimumnya. Perilaku individu sebagaimana yang dijelaskan oleh Tiebout ini akan mendorong pemerintah lokal akan semakin efektif dan efisien dalam mengelola sumber daya yang ada untuk menyediakan pelayanan publik yang sesuai dengan preferensi masyarakatnya. Mendukung pernyataan Tiebout, Litvack (1998) mengatakan bahwa pelayanan publik yang paling efisien seharusnya diselenggarakan oleh wilayah yang memiliki kontrol geografis yang paling minimum karena :

  1. Pemerintah lokal sangat menghayati kebutuhan masyarakatnya;
  2. Keputusan pemerintah lokal sangat responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga mendorong pemerintah lokal untuk melakukan efisiensi dalam penggunaan dana yang berasal dari masyarakat;
  3. Persaingan antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya akan mendorong pemerintah lokal untuk meningkatkan inovasinya.

“Mendekatkan” pemerintah dengan masyarakat merupakan roh penerapan desentralisasi, sehingga pemerintah diharapkan mampu memahami betul apa yang menjadi preferensi dan kebutuhan masyarakatnya.  Mawardi et al  (2002) juga menyatakan  bahwa dengan pelaksanaan desentralisasi juga diharapkan dapat mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, antara lain melalui pemotongan jalur birokrasi pelayanan, sehingga masyarakat dapat lebih mudah mengakses pelayanan pemerintah, terutama pelayanan pemerintah lokal (pemda). Akan tetapi perbaikan pelayanan tersebut akan semakin baik apabila didukung oleh sistem pemerintahan yang demokratis, terbuka, akuntabel dan memberi ruang partisipasi yang luas bagi masyarakat.

Penerapan desentralisasi di Indonesia hingga satu dekade terakhir ini mendorong peningkatan pengeluaran sektor publik sebagai bentuk perwujudan pendelegasian tugas dan wewenang. Peningkatan pengeluaran sektor publik ini merupakan implikasi logis dari penerapan desentralisasi di Indonesia yang lebih menggunakan pendekatan pengeluaran sebagaimana dikatakan oleh Bambang PS Brodjonegoro (2008), yang mengatakan bahwa “proses desentralisasi di Indonesia adalah desentralisasi di sisi pengeluaran pemerintah, yang dibiayai dana perimbangan”. Peningkatan pengeluaran publik ini juga diutarakan oleh Bank Dunia dalam Kajian Pengeluaran Publik Indonesia Tahun 2007, dalam kurun waktu dari tahun 2001 hingga 2007 terjadi peningkatan penerimaan pemerintah lokal yang bersumber dari transfer perimbangan serta peningkatan pengeluaran sektoral baik untuk sektor infrastruksur, sektor pendidikan, sektor kesehatan maupun sektor lainnya. Dengan peningkatan pengeluaran sektor publik ini, diharapkan akan mampu mendorong peningkatan kualitas dan outcome pelayanan publik baik di sektor pendidikan, kesehatan, infrastatruktur mapun sektor lainnya.

Dari berbagai pandangan para ahli dan pakar diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa seyogyanya penerapan desentralisasi memberikan kualitas pelayanan publik yang lebih baik bagi masyarakat, masyarakat akan memperoleh kualitas pelayanan yang lebih baik dan kualitas hidup masyarakat akan lebih baik. Akan tetapi melihat perkembangan proses desentralisasi yang masih terus berjalan di Indonesia, pandangan para ahli dan pakar tersebut rasanya belum sepenuhnya terwujud dari sabang hingga merauke- dari miangas hingga pulau rote. Yang artinya, proses desentrasisasi saat ini belum tuntas menjawab kesenjangan antara pelayanan publik dan kebutuhan masyarakat, proses desentralisasi saat ini masih belum mampu menjawab perubahan kualitas pelayanan publik dan proses desentralisasi yang berjalan saat ini masih meninggalkan banyak pertanyaan dan pekerjaan rumah dimasa-masa yang akan datang. (RAS)

Leave a comment